Evolusi (dalam kajian
biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu
populasi organisme
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini
disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan
seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh
gen
yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi
bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi,
keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat
diperoleh dari perubahan gen akibat
mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang
bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh
rekombinasi genetika,
yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi
ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau
langka dalam suatu populasi.
Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu
seleksi alam dan
hanyutan genetik.
Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat terwaris
yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme
menjadi lebih umum dalam suatu populasi - dan sebaliknya, sifat yang
merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu
dengan sifat-sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar
bereproduksi, sehingga lebih banyak individu pada generasi selanjutnya
yang mewarisi sifat-sifat yang menguntungkan ini.
[1][2] Setelah beberapa generasi,
adaptasi terjadi melalui kombinasi perubahan kecil sifat yang terjadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam.
[3] Sementara itu, hanyutan genetik (Bahasa Inggris:
Genetic Drift)
merupakan sebuah proses bebas yang menghasilkan perubahan acak pada
frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan genetik dihasilkan oleh
probabilitas apakah suatu sifat akan diwariskan ketika suatu individu
bertahan hidup dan bereproduksi.
Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam
kecil, perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang
substansial pada organisme. Proses ini mencapai puncaknya dengan
menghasilkan spesies yang baru.
[4]
Dan sebenarnya, kemiripan antara organisme yang satu dengan organisme
yang lain mensugestikan bahwa semua spesies yang kita kenal berasal dari
nenek moyang yang sama melalui proses divergen yang terjadi secara
perlahan ini.
[1]
Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan
biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan menguji
teori-teori yang menjelaskan penyebab evolusi. Kajian
catatan fosil dan
keanekaragaman hayati organisme-organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa spesies berubah dari waktu ke waktu.
[5][6] Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai pada publikasi tahun 1859 oleh
Charles Darwin,
On the Origin of Species yang menjelaskan dengan detail
teori evolusi melalui seleksi alam.
[7] Karya Darwin dengan segera diikuti oleh penerimaan teori evolusi dalam komunitas ilmiah.
[8][9][10][11] Pada tahun 1930, teori seleksi alam Darwin digabungkan dengan teori
pewarisan Mendel, membentuk
sintesis evolusi modern,
[12] yang menghubungkan
satuan evolusi (gen) dengan
mekanisme
evolusi (seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini
mendorong riset yang secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru,
di mana hal ini telah menjadi prinsip pusat biologi modern yang
memberikan penjelasan secara lebih menyeluruh tentang
keanekaragaman hayati di bumi.
[9][10][13]
Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan
Charles Darwin, namun sebenarnya
biologi evolusioner telah berakar sejak zaman
Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah
ilmuwan pertama yang mencetuskan
teori
evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah.
Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi karena
seleksi alam dianggap oleh mayoritas komunitas sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.
[14]
Sejarah pemikiran evolusi
Pemikiran-pemikiran evolusi seperi
nenek moyang bersama dan
transmutasi spesies telah ada paling tidak sejak abad ke-6 SM ketika hal ini dijelaskan secara rinci oleh seorang filsuf Yunani,
Anaximander.
[15] Beberapa orang dengan pemikiran yang sama meliputi
Empedokles,
Lucretius, biologiawan Arab
Al Jahiz,
[16] filsuf Persia
Ibnu Miskawaih,
Ikhwan As-Shafa,
[17] dan filsuf Cina
Zhuangzi.
[18]
Seiring dengan berkembangnya pengetahuan biologi pada abad ke-18,
pemikiran evolusi mulai ditelusuri oleh beberapa filsuf seperti
Pierre Maupertuis pada tahun 1745 dan
Erasmus Darwin pada tahun 1796.
[19] Pemikiran biologiawan
Jean-Baptiste Lamarck tentang
transmutasi spesies memiliki pengaruh yang luas.
Charles Darwin merumuskan pemikiran
seleksi alamnya pada tahun 1838 dan masih mengembangkan teorinya pada tahun 1858 ketika
Alfred Russel Wallace mengirimkannya teori yang mirip dalam suratnya "
Surat dari Ternate". Keduanya diajukan ke
Linnean Society of London sebagai dua karya yang terpisah.
[20] Pada akhir tahun 1859, publikasi Darwin,
On the Origin of Species, menjelaskan seleksi alam secara mendetail dan memberikan bukti yang mendorong penerimaan luas evolusi dalam komunitas ilmiah.
Perdebatan mengenai mekanisme evolusi terus berlanjut, dan Darwin
tidak dapat menjelaskan sumber variasi terwariskan yang diseleksi oleh
seleksi alam. Seperti Lamarck, ia beranggapan bahwa orang tua mewariskan
adaptasi yang diperolehnya selama hidupnya,
[21] teori yang kemudian disebut sebagai
Lamarckisme.
[22] Pada tahun 1880-an, eksperimen
August Weismann mengindikasikan bahwa perubahan ini tidak diwariskan, dan Lamarkisme berangsur-angsur ditinggalkan.
[23][24]
Selain itu, Darwin tidak dapat menjelaskan bagaimana sifat-sifat
diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Pada tahun 1865,
Gregor Mendel menemukan bahwa
pewarisan sifat-sifat dapat diprediksi.
[25]
Ketika karya Mendel ditemukan kembali pada tahun 1900-an,
ketidakcocokan atas laju evolusi yang diprediksi oleh genetikawan dan
biometrikawan meretakkan hubungan model evolusi Mendel dan Darwin.
Walaupun demikian, adalah penemuan kembali karya Gregor Mendel
mengenai genetika (yang tidak diketahui oleh Darwin dan Wallace) oleh
Hugo de Vries
dan lainnya pada awal 1900-an yang memberikan dorongan terhadap
pemahaman bagaimana variasi terjadi pada sifat tumbuhan dan hewan.
Seleksi alam menggunakan variasi tersebut untuk membentuk keanekaragaman
sifat-sifat adaptasi yang terpantau pada organisme hidup. Walaupun
Hugo de Vries
dan genetikawan pada awalnya sangat kritis terhadap teori evolusi,
penemuan kembali genetika dan riset selanjutnya pada akhirnya memberikan
dasar yang kuat terhadap evolusi, bahkan lebih meyakinkan daripada
ketika teori ini pertama kali diajukan.
[26]
Kontradiksi antara teori evolusi Darwin melalui seleksi alam dengan
karya Mendel disatukan pada tahun 1920-an dan 1930-an oleh biologiawan
evolusi seperti
J.B.S. Haldane,
Sewall Wright, dan terutama
Ronald Fisher, yang menyusun dasar-dasar
genetika populasi. Hasilnya adalah kombinasi evolusi melalui seleksi alam dengan pewarisan Mendel menjadi
sintesis evolusi modern.
[27] Pada tahun 1940-an, identifikasi
DNA sebagai bahan genetika oleh
Oswald Avery dkk. beserta publikasi struktur DNA oleh
James Watson dan
Francis Crick pada tahun 1953, memberikan dasar fisik pewarisan ini. Sejak saat itu,
genetika dan
biologi molekuler menjadi inti
biologi evolusioner dan telah merevolusi
filogenetika.
[12]
Pada awal sejarahnya, biologiawan evolusioner utamanya berasal dari
ilmuwan yang berorientasi pada bidang taksonomi. Seiring dengan
berkembangnya sintesis evolusi modern, biologi evolusioner menarik lebih
banyak ilmuwan dari bidang sains biologi lainnya.
[12] Kajian biologi evolusioner masa kini melibatkan ilmuwan yang berkutat di bidang
biokimia,
ekologi,
genetika, dan
fisiologi. Konsep evolusi juga digunakan lebih lanjut pada bidang seperti
psikologi,
pengobatan,
filosofi, dan
ilmu komputer.
Dasar genetik evolusi
Evolusi organisme terjadi melalui perubahan pada sifat-sifat yang terwariskan.
Warna mata pada manusia, sebagai contohnya, merupakan sifat-sifat yang terwariskan ini.
[28] Sifat terwariskan dikontrol oleh
gen dan keseluruhan gen dalam suatu
genom organisme disebut sebagai
genotipe.
[29]
Keseluruhan sifat-sifat yang terpantau pada perilaku dan struktur organisme disebut sebagai
fenotipe. Sifat-sifat ini berasal dari interaksi genotipe dengan lingkungan.
[30]
Oleh karena itu, tidak setiap aspek fenotipe organisme diwariskan.
Kulit berwarna gelap yang dihasilkan dari penjemuran matahari berasal
dari interaksi antara genotipe seseorang dengan cahaya matahari;
sehingga warna kulit gelap ini tidak akan diwarisi ke keturunan orang
tersebut. Walaupun begitu, manusia memiliki respon yang berbeda terhadap
cahaya matahari, dan ini diakibatkan oleh perbedaan pada genotipenya.
Contohnya adalah individu dengan sifat
albino yang kulitnya tidak akan menggelap dan sangat sensitif terhadap sengatan matahari.
[31]
Sifat-sifat terwariskan diwariskan antar generasi via
DNA, sebuah
molekul yang dapat menyimpan informasi genetika.
[29] DNA merupakan sebuah
polimer yang terdiri dari empat jenis
basa nukleotida.
Urutan basa pada molekul DNA tertentu menentukan informasi genetika.
Bagian molekul DNA yang menentukan sebuah satuan fungsional disebut
gen; gen yang berbeda mempunyai urutan basa yang berbeda. Dalam
sel, unting DNA yang panjang berasosiasi dengan protein, membentuk struktur padat yang disebut
kromosom. Lokasi spesifik pada sebuah kromosom dikenal sebagai
lokus. Jika urutan DNA pada sebuah lokus bervariasi antar individu, bentuk berbeda pada urutan ini disebut sebagai
alel. Urutan DNA dapat berubah melalui
mutasi,
menghasilkan alel yang baru. Jika mutasi terjadi pada gen, alel yang
baru dapat memengaruhi sifat individu yang dikontrol oleh gen,
menyebabkan perubahan fenotipe organisme. Walaupun demikian, manakala
contoh ini menunjukkan bagaimana alel dan sifat bekerja pada beberapa
kasus, kebanyakan sifat lebih kompleks dan dikontrol oleh
interaksi banyak gen.
[32][33]
Variasi
Fenotipe suatu individu organisme dihasilkan dari
genotipe
dan pengaruh lingkungan organisme tersebut. Variasi fenotipe yang
substansial pada sebuah populasi diakibatkan oleh perbedaan genotipenya.
[33] Sintesis evolusioner modern
mendefinisikan evolusi sebagai perubahan dari waktu ke waktu pada
variasi genetika ini. Frekuensi alel tertentu akan berfluktuasi, menjadi
lebih umum atau kurang umum relatif terhadap bentuk lain gen itu. Gaya
dorong evolusioner bekerja dengan mendorong perubahan pada frekuensi
alel ini ke satu arah atau lainnya. Variasi menghilang ketika sebuah
alel mencapai titik
fiksasi, yakni ketika ia menghilang dari suatu populasi ataupun ia telah menggantikan keseluruhan alel leluhur.
[34]
Variasi berasal dari
mutasi bahan genetika, migrasi antar populasi (
aliran gen), dan perubahan susunan gen melalui
reproduksi seksual. Variasi juga datang dari tukar ganti gen antara spesies yang berbeda; contohnya melalui
transfer gen horizontal pada bakteria dan hibridisasi pada tanaman.
[35] Walaupun terdapat variasi yang terjadi secara terus menerus melalui proses-proses ini, kebanyakan
genom spesies adalah identik pada seluruh individu spesies tersebut.
[36]
Namun, bahkan perubahan kecil pada genotipe dapat mengakibatkan
perubahan yang dramatis pada fenotipenya. Misalnya simpanse dan manusia
hanya berbeda pada 5% genomnya.
[37]
Mutasi
Variasi genetika berasal dari mutasi acak yang terjadi pada genom
organisme. Mutasi merupakan perubahan pada urutan DNA sel genom dan
diakibatkan oleh
radiasi,
virus,
transposon,
bahan kimia mutagenik, serta kesalahan selama proses
meiosis ataupun
replikasi DNA.
[38][39][40] Mutagen-mutagen ini menghasilkan beberapa jenis perubahan pada urutan DNA. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan
produk gen, mencegah gen berfungsi, atupun tidak menghasilkan efek sama sekali. Kajian pada lalat
Drosophila melanogaster
menunjukkan bahwa jika sebuah mutasi mengubah protein yang dihasilkan
oleh sebuah gen, 70% mutasi ini memiliki efek yang merugikan dan sisanya
netral ataupun sedikit menguntungkan.
[41] Oleh karena efek-efek merugikan mutasi terhadap sel, organisme memiliki mekanisme
reparasi DNA untuk menghilangkan mutasi.
[38]
Oleh karena itu, laju mutasi yang optimal untuk sebuah spesies
merupakan kompromi bayaran laju mutasi tinggi yang merugikan, dengan
bayaran
metabolik sistem mengurangi laju mutasi, seperti enzim reparasi DNA.
[42] Beberapa spesies seperti
retrovirus memiliki laju mutasi yang tinggi, sedemikian rupanya keturunannya akan memiliki gen yang bermutasi.
[43] Mutasi cepat seperti ini dipilih agar virus ini dapat secara konstan dan cepat berevolusi, sehingga dapat menghindari respon
sistem immun manusia.
[44]
Mutasi dapat melibatkan
duplikasi fragmen DNA yang besar,
yang merupakan sumber utama bahan baku untuk gen baru yang berevolusi,
dengan puluhan sampai ratusan gen terduplikasi pada genom hewan setiap
satu juta tahun.
[45] Kebanyakan gen merupakan bagian dari
famili gen leluhur yang sama yang lebih besar.
[46]
Gen dihasilkan oleh beberapa metode, umumnya melalui duplikasi dan
mutasi gen leluhur ataupun dengan merekombinasi bagian gen yang berbeda,
membentuk kombinasi baru dengan fungsi yang baru.
[47][48] Sebagai contoh, mata manusia menggunakan empat gen untuk menghasilkan struktur yang dapat merasakan cahaya: tiga untuk
sel kerucut, dan satu untuk
sel batang; keseluruhannya berasal dari satu gen leluhur tunggal.
[49]
Keuntungan duplikasi gen (atau bahkan keseluruhan genom) adalah bahwa
tumpang tindih atau fungsi berlebih pada gen ganda mengijinkan alel-alel
dipertahankan (jika tidak akan membahayakan), sehingga meningkatkan
keanekaragaman genetika.
[50]
Perubahan pada bilangan kromosom dapat melibatkan mutasi yang bahkan
lebih besar, dengan segmen DNA dalam kromosom terputus kemudian tersusun
kembali. Sebagai contoh, dua kromosom pada
genus Homo bersatu membentuk
kromosom 2 manusia; pernyatuan ini tidak terjadi pada
garis keturunan kera lainnya, dan tetap dipertahankan sebagai dua kromosom terpisah.
[51]
Peran paling penting penataan ulang kromosom ini pada evolusi
kemungkinan adalah untuk mempercepat divergensi populasi menjadi spesies
baru dengan membuat populasi tidak saling berkembang biak, sehingga
mempertahankan perbedaan genetika antara populasi ini.
[52]
Urutan DNA yang dapat berpindah pada genom, seperti
transposon, merupakan bagian utama pada bahan genetika tanaman dan hewan, dan dapat memiliki peran penting pada evolusi genom.
[53] Sebagai contoh, lebih dari satu juta kopi
urutan Alu terdapat pada
genom manusia, dan urutan-urutan ini telah digunakan untuk menjalankan fungsi seperti regulasi
ekspresi gen.
[54]
Efek lain dari urutan DNA yang bergerak ini adalah ketika ia berpindah
dalam suatu genom, ia dapat memutasikan atau mendelesi gen yang telah
ada, sehingga menghasilkan keanekaragaman genetika.
[39]
Jenis kelamin dan rekombinasi
Pada organisme aseksual, gen diwariskan bersama, atau
ditautkan,
karena ia tidak dapat bercampur dengan gen organisme lain selama
reproduksi. Keturunan organisme seksual mengandung campuran acak
kromosom leluhur yang dihasilkan melalui
pemilahan bebas. Pada proses
rekombinasi genetika terkait, organisme seksual juga dapat bertukarganti DNA antara dua kromosom yang berpadanan.
[55]
Rekombinasi dan pemilahan ulang tidak mengubahan frekuensi alel, namun
mengubah alel mana yang diasosiasikan satu sama lainnya, menghasilkan
keturunan dengan kombinasi alel yang baru.
[56]
Manakala proses ini meningkatkan variasi pada keturunan individu
apapun, pencampuran genetika dapat diprediksi untuk tidak menghasilkan
efek, meningkatkan, ataupun mengurangi
variasi genetika
pada populasi, bergantung pada bagaimana ragam alel pada populasi
tersebut terdistribusi. Sebagai contoh, jika dua alel secara acak
terdistribusi pada sebuah populasi, maka jenis kelamin tidak akan
memberikan efek pada variasi. Namun, jika dua alel cenderung ditemukan
sebagai satu pasang, maka pencampuran genetika akan menyeimbangkan
distribusi tak-acak ini, dan dari waktu ke waktu membuat organisme pada
populasi menjadi lebih mirip satu sama lainnya.
[56]
Efek keseluruhan jenis kelamin pada variasi alami tidaklah jelas, namun
riset baru-baru ini menunjukkan bahwa jenis kelamin biasanya
meningkatkan variasi genetika dan dapat meningkatkan laju evolusi.
[57][58]
Rekombinasi mengijinkan alel sama yang berdekatan satu sama lainnya
pada unting DNA diwariskan secara bebas. Namun laju rekombinasi adalah
rendah, karena pada manusia dengan potongan satu juta
pasangan basa
DNA, terdapat satu di antara seratus peluang kejadian rekombinasi
terjadi per generasi. Akibatnya, gen-gen yang berdekatan pada kromosom
tidak selalu disusun ulang menjauhi satu sama lainnya, sehingga
cenderung diwariskan bersama.
[59] Kecenderungan ini diukur dengan menemukan bagaimana sering dua alel gen yang berbeda ditemukan bersamaan, yang disebut sebagai
ketakseimbangan pertautan (
linkage disequilibrium). Satu set alel yang biasanya diwariskan bersama sebagai satu kelompok disebut sebagai
haplotipe.
Reproduksi seksual membantu menghilangkan mutasi yang merugikan dan mempertahankan mutasi yang menguntungkan.
[60] Sebagai akibatnya, ketika alel tidak dapat dipisahkan dengan rekombinasi (misalnya
kromosom Y mamalia yang diwariskan dari ayah ke anak laki-laki), mutasi yang merugikan berakumulasi.
[61][62]
Selain itu, rekombinasi dan pemilahan ulang dapat menghasilkan individu
dengan kombinasi gen yang baru dan menguntungkan. Efek positif ini
diseimbangkan oleh fakta bahwa proses ini dapat menyebabkan mutasi dan
pemisahan kombinasi gen yang menguntungkan.
[60]
Genetika populasi
Dari sudut pandang genetika, evolusi ialah
perubahan pada
frekuensi alel dalam populasi yang saling berbagi lungkang gen (gene
pool) dari generasi yang satu ke generasi yang lain.
[63] Sebuah
populasi
merupakan kelompok individu terlokalisasi yang merupakan spesies yang
sama. Sebagai contoh, semua ngengat dengan spesies yang sama yang hidup
di sebuah hutan yang terisolasi mewakili sebuah populasi. Sebuah gen
tunggal pada populasi ini dapat mempunyai bentuk-bentuk alternatif yang
bertanggung jawab terhadap variasi antar fenotipe organisme. Contohnya
adalah gen yang bertanggung jawab terhadap warna ngengat mempunyai dua
alel: hitam dan putih.
Lungkang gen
merupakan keseluruhan set alel pada sebuah populasi tunggal, sehingga
tiap alel muncul pada lungkang gen beberapa kali. Fraksi gen dalam
lungkang gen yang merupakan alel tertentu disebut sebagai
frekuensi alel.
Evolusi terjadi ketika terdapat perubahan pada frekuensi alel dalam
sebuah populasi organisme yang saling berkembangbiak; sebagai contoh
alel untuk warna hitam pada populasi ngengat menjadi lebih umum.
Untuk memahami mekanisme yang menyebabkan sebuah populasi berevolusi,
adalah sangat berguna untuk memperhatikan kondisi-kondisi apa saja yang
diperlukan oleh suatu populasi untuk tidak berevolusi.
Asas Hardy-Weinberg
menyatakan bahwa frekuensi alel (variasi pada sebuah gen) pada sebuah
populasi yang cukup besar akan tetap konstan jika gaya dorong yang
terdapat pada populasi tersebut hanyalah penataan ulang alel secara acak
selama pembentukan sperma atau sel telur dan kombinasi acak alel sel
kelamin ini selama
pembuahan.
[64] Populasi seperti ini dikatakan sebagai dalam
kesetimbangan Hardy-Weinberg dan tidak berevolusi.
[65]
Aliran gen
Singa
jantan meninggalkan kelompok tempat ia lahir, dan menuju ke kelompok
yang baru untuk berkawin. Hal ini menyebabkan aliran gen antar kelompok
singa.
Aliran gen merupakan pertukaran gen antar populasi, yang biasanya merupakan spesies yang sama.
[66] Contoh aliran gen dalam sebuah spesies meliputi migrasi dan perkembangbiakan organisme atau pertukaran
serbuk sari. Transfer gen antar spesies meliputi pembentukan organisme
hibrid dan
transfer gen horizontal.
Migrasi ke dalam atau ke luar populasi dapat mengubah frekuensi alel,
serta menambah variasi genetika ke dalam suatu populasi. Imigrasi dapat
menambah bahan genetika baru ke
lungkang gen yang telah ada pada suatu populasi. Sebaliknya, emigrasi dapat menghilangkan bahan genetika. Karena
pemisahan reproduksi antara dua populasi yang berdivergen diperlukan agar terjadi
spesiasi,
aliran gen dapat memperlambat proses ini dengan menyebarkan genetika
yang berbeda antar populasi. Aliran gen dihalangi oleh barisan gunung,
samudera, dan padang pasir. Bahkan bangunan manusia seperti
Tembok Raksasa Cina dapat menghalangi aliran gen tanaman.
[67]
Bergantung dari sejauh mana dua spesies telah berdivergen sejak
leluhur bersama terbaru mereka, adalah mungkin kedua spesies tersebut
menghasilkan keturunan, seperti pada
kuda dan
keledai yang hasil perkawinan campurannya menghasilkan
bagal.
[68] Hibrid tersebut biasanya
mandul,
oleh karena dua set kromosom yang berbeda tidak dapat berpasangan
selama meiosis. Pada kasus ini, spesies yang berhubungan dekat dapat
secara reguler saling kawin, namun hibrid yang dihasilkan akan
terseleksi keluar, dan kedua spesies ini tetap berbeda. Namun, hibrid
yang berkemampuan berkembang biak kadang-kadang terbentuk, dan spesies
baru ini dapat memiliki sifat-sifat antara kedua spesies leluhur ataupun
fenotipe yang secara keseluruhan baru.
[69]
Pentingnya hibridisasi dalam pembentukan spesies baru hewan tidaklah
jelas, walaupun beberapa kasus telah ditemukan pada banyak jenis hewan,
[70] Hyla versicolor merupakan contoh hewan yang telah dikaji dengan baik.
[71]
Hibridisasi merupakan cara spesiasi yang penting pada tanaman, karena
poliploidi (memiliki lebih dari dua kopi pada setiap kromosom) dapat lebih ditoleransi pada tanaman dibandingkan hewan.
[72][73]
Poliploidi sangat penting pada hibdrid karena ia mengijinkan
reproduksi, dengan dua set kromosom yang berbeda, tiap-tiap kromosom
dapat berpasangan dengan pasangan yang identik selama meiosis.
[74] Poliploid juga memiliki keanekaragaman genetika yeng lebih, yang mengijinkannya menghindari
depresi penangkaran sanak (
inbreeding depression) pada populasi yang kecil.
[75]
Transfer gen horizontal
merupakan transfer bahan genetika dari satu organisme ke organisme
lainnya yang bukan keturunannya. Hal ini paling umum terjadi pada
bakteri.
[76] Pada bidang pengobatan, hal ini berkontribusi terhadap
resistansi antibiotik. Ketika satu bakteri mendapatkan gen resistansi, ia akan dengan cepat mentransfernya ke spesies lainnya.
[77] Transfer gen horizontal dari bakteri ke eukariota seperti khamir
Saccharomyces cerevisiae dan kumbang
Callosobruchus chinensis juga dapat terjadi.
[78][79] Contoh transfer dalam skala besar adalah pada eukariota
bdelloid rotifers, yang tampaknya telah menerima gen dari bakteri, fungi, dan tanaman.
[80] Virus juga dapat membawa DNA antar organisme, mengijinkan transfer gen antar
domain.
[81] Transfer gen berskala besar juga telah terjadi antara leluhur sel
eukariota dengan
prokariota selama akuisisi
kloroplas dan
mitokondria.
[82]
Mekanisme
Mekanisme utama untuk menghasilkan perubahan evolusioner adalah
seleksi alam dan
hanyutan genetika.
Seleksi alam memfavoritkan gen yang meningkatkan kapasitas
keberlangsungan dan reproduksi. Hanyutan genetika merupakan perubahan
acak pada frekuensi alel, disebabkan oleh percontohan acak (
random sampling)
gen generasi selama reproduksi. Aliran gen merupakan transfer gen dalam
dan antar populasi. Kepentingan relatif seleksi alam dan hanyutan
genetika dalam sebuah populasi bervariasi, tergantung pada kuatnya
seleksi dan
ukuran populasi efektif, yang merupakan jumlah individu yang berkemampuan untuk berkembang biak.
[83]
Seleksi alam biasanya mendominasi pada populasi yang besar, sedangkan
hanyutan genetika mendominasi pada populasi yang kecil. Dominansi
hanyutan genetika pada populasi yang kecil bahkan dapat menyebabkan
fiksasi mutasi yang sedikit merugikan.
[84] Karenanya, dengan mengubah ukuran populasi dapat secara dramatis memengaruhi arah evolusi.
Leher botol populasi, di mana populasi mengecil untuk sementara waktu dan kehilangan variasi genetika, menyebabkan populasi yang lebih seragam.
[34] Leher botol disebabkan oleh perubahan pada aliran gen, seperti migrasi yang menurun,
ekspansi ke habitat yang baru, ataupun subdivisi populasi.
[83]
Seleksi alam
Seleksi alam
adalah proses di mana mutasi genetika yang meningkatkan keberlangsungan
dan reproduksi suatu organisme menjadi (dan tetap) lebih umum dari
generasi yang satu ke genarasi yang lain pada sebuah populasi. Ia sering
disebut sebagai mekanisme yang "terbukti sendiri" karena:
- Variasi terwariskan terdapat dalam populasi organisme.
- Organisme menghasilkan keturunan lebih dari yang dapat bertahan hidup
- Keturunan-keturunan ini bervariasi dalam kemampuannya bertahan hidup dan bereproduksi.
Kondisi-kondisi ini menghasilkan kompetisi antar organisme untuk
bertahan hidup dan bereproduksi. Oleh sebab itu, organisme dengan
sifat-sifat yang lebih menguntungkan akan lebih berkemungkinan
mewariskan sifatnya, sedangkan yang tidak menguntungkan cenderung tidak
akan diwariskan ke generasi selanjutnya.
Konsep pusat seleksi alam adalah
kebugaran evolusi
organisme. Kebugaran evolusi mengukur kontribusi genetika organisme
pada generasi selanjutnya. Namun, ini tidaklah sama dengan jumlah total
keturunan, melainkan kebugaran mengukur proporsi generasi tersebut untuk
membawa gen sebuah organisme.
[85]
Karena itu, jika sebuah alel meningkatkan kebugaran lebih daripada
alel-alel lainnya, maka pada tiap generasi, alel tersebut menjadi lebih
umum dalam populasi. Contoh-contoh sifat yang dapat meningkatkan
kebugaran adalah peningkatan keberlangsungan hidup dan
fekunditas.
Sebaliknya, kebugaran yang lebih rendah yang disebabkan oleh alel yang
kurang menguntungkan atau merugikan mengakibatkan alel ini menjadi lebih
langka.
[2]
Adalah penting untuk diperhatikan bahwa kebugaran sebuah alel bukanlah
karakteristik yang tetap. Jika lingkungan berubah, sifat-sifat yang
sebelumnya bersifat netral atau merugikan bisa menjadi menguntungkan dan
yang sebelumnya menguntungkan bisa menjadi merugikan.
[1].
Seleksi alam dalam sebuah populasi untuk sebuah sifat yang nilainya
bervariasi, misalnya tinggi badan, dapat dikategorikan menjadi tiga
jenis. Yang pertama adalah
seleksi berarah (
directional selection), yang merupakan geseran nilai rata-rata sifat dalam selang waktu tertentu, misalnya organisme cenderung menjadi lebih tinggi.
[86] Kedua,
seleksi pemutus (
disruptive selection), merupakan seleksi nilai ekstrem, dan sering mengakibatkan
dua nilai yang berbeda
menjadi lebih umum (dengan menyeleksi keluar nilai rata-rata). Hal ini
terjadi apabila baik organisme yang pendek ataupun panjang
menguntungkan, sedangkan organisme dengan tinggi menengah tidak. Ketiga,
seleksi pemantap (
stabilizing selection), yaitu seleksi terhadap nilai-nilai ektrem, menyebabkan penurunan variasi di sekitar nilai rata-rata.
[87] Hal ini dapat menyebabkan organisme secara pelahan memiliki tinggi badan yang sama.
Kasus khusus seleksi alam adalah
seleksi seksual,
yang merupakan seleksi untuk sifat-sifat yang meningkatkan keberhasilan
perkawinan dengan meningkatkan daya tarik suatu organisme.
[88]
Sifat-sifat yang berevolusi melalui seleksi seksual utamanya terdapat
pada pejantan beberapa spesies hewan. Walaupun sifat ini dapat
menurunkan keberlangsungan hidup individu jantan tersebut (misalnya pada
tanduk rusa yang besar dan warna yang cerah dapat menarik predator),
[89] Ketidakuntungan keberlangsungan hidup ini diseimbangkan oleh keberhasilan reproduksi yang lebih tinggi pada penjantan.
[90]
Bidang riset yang aktif dalam bidang biologi evolusi pada saat ini adalah
satuan seleksi, dengan seleksi alam diajukan bekerja pada tingkat gen, sel, organisme individu, kelompok organisme, dan bahkan spesies.
[91][92] Dari model-model ini, tiada yang eksklusif, dan seleksi dapat bekerja pada beberapa tingkatan secara serentak.
[93] Di bawah tingkat individu, gen yang disebut transposon berusaha menkopi dirinya di seluruh
genom.
[94] Seleksi pada tingkat di atas individu, seperti
seleksi kelompok, dapat mengijinkan evolusi ko-operasi.
[95]
Hanyutan genetika
Simulasi
hanyutan genetika
20 alel yang tidak bertaut pada jumlah populasi 10 (atas) dan 100
(bawah). Hanyutan mencapai fiksasi lebih cepat pada populasi yang lebih
kecil.
Hanyutan genetika atau ingsut genetik merupakan perubahan frekuensi
alel dari satu generasi ke generasi selanjutnya yang terjadi karena alel
pada suatu keturunan merupakan sampel acak (
random sample) dari
orang tuanya; selain itu ia juga terjadi karena peranan probabilitas
dalam penentuan apakah suatu individu akan bertahan hidup dan
bereproduksi atau tidak.
[34] Dalam istilah matematika, alel berpotensi mengalami
galat percontohan (
sampling error).
Karenanya, ketika gaya dorong selektif tidak ada ataupun secara relatif
lemah, frekuensi-frekuensi alel cenderung "menghanyut" ke atas atau ke
bawah secara acak (
langkah acak).
Hanyutan ini berhenti ketika sebuah alel pada akhirnya menjadi tetap,
baik karena menghilang dari populasi, ataupun menggantikan keseluruhan
alel lainnya. Hanyutan genetika oleh karena itu dapat mengeliminasi
beberapa alel dari sebuah populasi hanya karena kebetulan saja. Bahkan
pada ketidadaan gaya selektif, hanyutan genetika dapat menyebabkan dua
populasi yang terpisah dengan stuktur genetik yang sama menghanyut
menjadi dua populasi divergen dengan set alel yang berbeda.
[96]
Waktu untuk sebuah alel menjadi tetap oleh hanyutan genetika
bergantung pada ukuran populasi, dengan fiksasi terjadi lebih cepat
dalam populasi yang lebih kecil.
[97] Pengukuran populasi yang tepat adalah
ukuran populasi efektif, yakni didefinisikan oleh
Sewall Wright
sebagai bilangan teoretis yang mewakili jumlah individu berkembangbiak
yang akan menunjukkan derajat perkembangbiakan terpantau yang sama.
Walaupun seleksi alam bertanggung jawab terhadap adaptasi,
kepentingan relatif seleksi alam dan hanyutan genetika dalam mendorong
perubahan evolusioner secara umum merupakan bidang riset pada biologi
evolusioner.
[98] Investigasi ini disarankan oleh
teori evolusi molekuler netral, yang mengajukan bahwa kebanyakan perubahan evolusioner merupakan akibat dari fiksasi
mutasi netral yang tidak memiliki efek seketika pada kebugaran suatu organisme.
[99]
Sehingga, pada model ini, kebanyakan perubahan genetika pada sebuat
populasi merupakan akibat dari tekanan mutasi konstan dan hanyutan
genetika.
[100]
Akibat evolusi
Evolusi memengaruhi setiap aspek dari bentuk dan perilaku organisme.
Yang paling terlihat adalah adaptasi perilaku dan fisik yang diakibatkan
oleh seleksi alam. Adaptasi-adaptasi ini meningkatkan kebugaran dengan
membantu aktivitas seperti menemukan makanan, menghindari predator, dan
menarik lawan jenis. Organisme juga dapat merespon terhadap seleksi
dengan berkooperasi satu sama lainnya, biasanya dengan saling membantu
dalam
simbiosis.
Dalam jangka waktu yang lama, evolusi menghasilkan spesies yang baru
melalui pemisahan populasi leluhur organisme menjadi kelompok baru yang
tidak akan bercampur kawin.
Akibat evolusi kadang-kadang dibagi menjadi
makroevolusi dan
mikroevolusi. Makroevolusi adalah evolusi yang terjadi pada tingkat di atas spesies, seperti
kepunahan dan
spesiasi. Sedangkan
mikroevolusi adalah perubahan evolusioner yang kecil, seperti
adaptasi yang terjadi dalam spesies atau populasi. Secara umum, makroevolusi dianggap sebagai akibat jangka panjang dari mikroevolusi.
[101]
Sehingga perbedaan antara mikroevolusi dengan makroevolusi tidaklah
begitu banyak terkecuali pada waktu yang terlibat dalam proses tersebut.
[102]
Namun, pada makroevolusi, sifat-sifat keseluruhan spesies adalah
penting. Misalnya, variasi dalam jumlah besar di antara individu
mengijinkan suatu spesies secara cepat beradaptasi terhadap habitat yang
baru, mengurangi kemungkinan terjadinya kepunahan. Sedangkan kisaran
geografi yang luas meningkatkan kemungkinan spesiasi dengan membuat
sebagian populasi menjadi terisolasi. Dalam pengertian ini, mikroevolusi
dan makroevolusi dapat melibatkan seleksi pada tingkat-tingkat yang
berbeda, dengan mikroevolusi bekerja pada gen dan organisme, versus
makroevolusi yang bekerja pada keseluruhan spesies dan memengaruhi laju
spesiasi dan kepunahan.
[103][104][105]
Terdapat sebuah miskonsepsi bahwa evolusi bersifat "progresif", namun
seleksi alam tidaklah memiliki tujuan jangka panjang dan tidak perlulah
menghasilkan kompleksitas yang lebih besar.
[106] Walaupun
spesies kompleks
berkembang dari evolusi, hal ini terjadi sebagai efek samping dari
jumlah organisme yang meningkat, dan bentuk kehidupan yang sederhana
tetap lebih umum.
[107] Sebagai contoh, mayoritas besar spesies adalah
prokariota mikroskopis yang membentuk setengah
biomassa dunia walaupun bentuknya yang kecil,
[108] serta merupakan mayoritas pada biodiversitas bumi.
[109]
Organisme sederhana oleh karenanya merupakan bentuk kehidupan yang
dominan di bumi dalam sejarahnya sampai sekarang. Kehidupan kompleks
tampaknya lebih beranekaragam karena ia lebih mudah diamati.
[110]
Adaptasi
-
Adaptasi merupakan struktur atau perilaku yang meningkatkan fungsi
organ tertentu, menyebabkan organisme menjadi lebih baik dalam bertahan
hidup dan bereproduksi.
[7]
Ia diakibatkan oleh kombinasi perubahan acak dalam skala kecil pada
sifat organisme secara terus menerus yang diikuti oleh seleksi alam
varian yang paling cocok terhadap lingkungannya.
[111]
Proses ini dapat menyebabkan penambahan ciri-ciri baru ataupun
kehilangan ciri-ciri leluhur. Contohnya adalah adaptasi bakteri terhadap
seleksi
antibiotik melalui perubahan genetika yang menyebabkan
resistansi antibiotik.
Hal ini dapat dicapai dengan mengubah target obat ataupun meningkatkan
aktivitas transporter yang memompa obat keluar dari sel.
[112] Contoh lainnya adalah bakteri
Escherichia coli yang berevolusi menjadi berkemampuan menggunakan
asam sitrat sebagai nutrien pada sebuah
eksperimen laboratorium jangka panjang,
[113] ataupun
Flavobacterium yang berhasil menghasilkan enzim yang mengijinkan bakteri-bakteri ini tumbuh di limbah produksi
nilon.
[114][115]
Namun, banyak sifat-sifat yang tampaknya merupakan adapatasi sederhana sebenarnya merupakan
eksaptasi,
yakni struktur yang awalnya beradaptasi untuk fungsi tertentu namun
secara kebetulan memiliki fungsi-fungsi lainnya dalam proses evolusi.
[116] Contohnya adalah cicak Afrika
Holaspis guentheri
yang mengembangkan bentuk kepala yang sangat pipih untuk dapat
bersembunyi di celah-celah retakan, seperti yang dapat dilihat pada
kerabat dekat spesies ini. Namun, pada spesies ini, kepalanya menjadi
sangat pipih, sehingga hal ini membantu spesies tersebut meluncur dari
pohon ke pohon.
[116] Contoh lainnya adalah penggunaan enzim dari
glikolisis dan
metabolisme xenobiotik sebagai protein struktural yang dinamakan
kristalin (
crystallin) dalam
lensa mata organisme.
[117][118]
Kerangka
paus balin, label
a dan
b merupakan tulang kaki sirip yang merupakan adaptasi dari tulang kaki depan; sedangkan
c mengindikasikan tulang kaki
vestigial.
[119]
Ketika adaptasi terjadi melalui modifikasi perlahan pada stuktur yang
telah ada, struktur dengan organisasi internal dapat memiliki fungsi
yang sangat berbeda pada organisme terkait. Ini merupakan akibat dari
stuktur leluhur
yang diadaptasikan untuk berfungsi dengan cara yang berbeda. Tulang
pada sayap kelelawar sebagai contohnya, secara struktural sama dengan
tangan manusia dan sirip anjing laut oleh karena struktur leluhur yang
sama yang mempunyai lima jari. Ciri-ciri anatomi idiosinkratik lainnya
adalah
tulang pada pergelangan panda
yang terbentuk menjadi "ibu jari" palsu, mengindikasikan bahwa garis
keturunan evolusi suatu organisme dapat membatasi adaptasi apa yang
memungkinkan.
[120]
Selama adaptasi, beberapa struktur dapat kehilangan fungsi awalnya dan menjadi
struktur vestigial.
[121]
Struktur tersebut dapat memiliki fungsi yang kecil atau sama sekali
tidak berfungsi pada spesies sekarang, namun memiliki fungsi yang jelas
pada spesies leluhur atau spesies lainnya yang berkerabat dekat.
Contohnya meliputi
pseudogen,
[122] sisa mata yang tidak berfungsi pada ikan gua yang buta,
[123] sayap pada burung yang tidak dapat terbang,
[124] dan keberadaan tulang pinggul pada ikan paus dan ular.
[119] Contoh stuktur vestigial pada manusia meliputi
geraham bungsu,
[125] tulang ekor,
[121] dan
umbai cacing (
apendiks vermiformis).
[121]
Bidang investigasi masa kini pada
biologi perkembangan evolusioner adalah perkembangan yang berdasarkan adaptasi dan eksaptasi.
[126] Riset ini mengalamatkan asal muasal dan evolusi
perkembangan embrio, dan bagaimana modifikasi perkembangan dan proses perkembangan ini menghasilkan ciri-ciri yang baru.
[127]
Kajian pada bidang ini menunjukkan bahwa evolusi dapat mengubah
perkembangan dan menghasilkan struktur yang baru, seperti stuktur tulang
embrio yang berkembang menjadi rahang pada beberapa hewan daripada
menjadi telinga tengah pada mamalia.
[128]
Adalah mungkin untuk struktur yang telah hilang selama proses evolusi
muncul kembali karena perubahan pada perkembangan gen, seperti mutasi
pada
ayam yang menyebabkan pertumbuhan gigi yang mirip dengan gigi
buaya.
[129]
Adalah semakin jelas bahwa kebanyakan perubahan pada bentuk organisme
diakibatkan oleh perubahan pada tingkat dan waktu ekspresi sebuah set
kecil gen yang terpelihara.
[130]
Koevolusi
Interaksi antar organisme dapat menghasilkan baik konflik maupuan koopreasi. Ketika interaksi antar pasangan spesies, seperti
patogen dengan
inang atau
predator
dengan mangsanya, spesies-spesies ini mengembangkan set adaptasi yang
bersepadan. Dalam hal ini, evolusi satu spesies menyebabkan adaptasi
spesies ke-dua. Perubahan pada spesies ke-dua kemudian menyebabkan
kembali adaptasi spesies pertama. Siklus seleksi dan respon ini dikenal
sebagai
koevolusi.
[131] Contohnya adalah produksi
tetrodotoksin pada kadal air
Taricha granulosa dan evolusi resistansi tetrodotoksin pada predatornya, ular
Thamnophis sirtalis.
Pada pasangan predator-mangsa ini, persaingan senjata evolusioner ini
mengakibatkan kadar racun yang tinggi pada mangsa dan resistansi racun
yang tinggi pada predatornya.
[132]
Kooperasi
Namun, tidak semua interaksi antar spesies melibatkan konflik.
[133]
Pada kebanyakan kasus, interaksi yang saling menguntungkan berkembang.
Sebagai contoh, kooperasi ekstrem yang terdapat antara tanaman dengan
fungi mycorrhizal yang tumbuh di akar tanaman dan membantu tanaman menyerap nutrien dari tanah.
[134]
Ini merupakan hubungan timbal balik, dengan tanaman menyediakan gula
dari fotosintesis ke fungi. Pada kasus ini, fungi sebenarnya tumbuh di
dalam sel tanaman, mengijinkannya bertukar nutrien dengan inang manakala
mengirim
sinyal yang menekan
sistem immun tanaman.
[135]
Koalisi antara organisme spesies yang sama juga berkembang. Kasus ekstrem ini adalah
eusosialitas yang ditemukan pada
serangga sosial, seperti
lebah,
rayap, dan
semut,
di mana serangga mandul memberi makan dan menjaga sejumlah organisme
dalam koloni yang dapat berkembang biak. Pada skala yang lebih kecil
sel somatik
yang menyusun tubuh seekor hewan membatasi reproduksinya agar dapat
menjaga organisme yang stabil, sehingga kemudian dapat mendukung
sejumlah kecil
sel nutfah
hewan untuk menghasilkan keturunan. Dalam kasus ini, sel somatik
merespon terhadap signal tertentu yang menginstruksikannya untuk tumbuh
maupun
mati. Jika sel mengabaikan signal ini dan kemudian menggandakan diri, pertumbuhan yang tidak terkontrol ini akan menyebabkan
kanker.
[38]
Kooperasi dalam spesies diperkirakan berkembang melalui proses
seleksi sanak (
kin selection), di mana satu organisme berperan memelihara keturunan sanak saudaranya.
[136] Aktivitas ini terseleksi karena apabila individu yang
"membantu" mengandung alel yang mempromosikan aktivitas bantuan, adalah mungkin bahwa sanaknya
"juga" mengandung alel ini, sehingga alel-alel tersebut akan diwariskan.
[137] Proses lainnya yang mempromosikan kooperasi meliputi
seleksi kelompok, di mana kooperasi memberikan keuntungan terhadap kelompok organisme tersebut.
[138]
Pembentukan spesies baru (Spesiasi)
Empat mekanisme spesiasi.
Spesiasi adalah proses suatu spesies berdivergen menjadi dua atau lebih spesies.
[139] Ia telah terpantau berkali-kali pada kondisi laboratorium yang terkontrol maupun di alam bebas.
[140]
Pada organisme yang berkembang biak secara seksual, spesiasi dihasilkan
oleh isolasi reproduksi yang diikuti dengan divergensi genealogis.
Terdapat empat mekanisme spesiasi. Yang paling umum terjadi pada hewan
adalah
spesiasi alopatrik, yang terjadi pada populasi yang awalnya terisolasi secara geografis, misalnya melalui
fragmentasi habitat
atau migrasi. Seleksi di bawah kondisi demikian dapat menghasilkan
perubahan yang sangat cepat pada penampilan dan perilaku organisme.
[141][142]
Karena seleksi dan hanyutan bekerja secara bebas pada populasi yang
terisolasi, pemisahan pada akhirnya akan menghasilkan organisme yang
tidak akan dapat berkawin campur.
[143]
Mekanisme kedua spesiasi adalah
spesiasi peripatrik,
yang terjadi ketika sebagian kecil populasi organisme menjadi
terisolasi dalam sebuah lingkungan yang baru. Ini berbeda dengan
spesiasi alopatrik dalam hal ukuran populasi yang lebih kecil dari
populasi tetua. Dalam hal ini,
efek pendiri menyebabkan spesiasi cepat melalui hanyutan genetika yang cepat dan seleksi terhadap lungkang gen yang kecil.
[144]
Mekanisme ketiga spesiasi adalah
spesiasi parapatrik.
Ia mirip dengan spesiasi peripatrik dalam hal ukuran populasi kecil
yang masuk ke habitat yang baru, namun berbeda dalam hal tidak adanya
pemisahan secara fisik antara dua populasi. Spesiasi ini dihasilkan dari
evolusi mekanisme yang mengurangi aliran genetika antara dua populasi.
[139]
Secara umum, ini terjadi ketika terdapat perubahan drastis pada
lingkungan habitat tetua spesies. Salah satu contohnya adalah rumput
Anthoxanthum odoratum, yang dapat mengalami spesiasi parapatrik sebagai respon terhadap polusi logam terlokalisasi yang berasal dari pertambangan.
[145]
Pada kasus ini, tanaman berevolusi menjadi resistan terhadap kadar
logam yang tinggi dalam tanah. Seleksi keluar terhadap kawin campur
dengan populasi tetua menghasilkan perubahan pada waktu pembungaan,
menyebabkan isolasi reproduksi. Seleksi keluar terhadap hibrid antar dua
populasi dapat menyebabkan "penguatan", yang merupakan evolusi sifat
yang mempromosikan perkawinan dalam spesies, serta
peralihan karakter, yang terjadi ketika dua spesies menjadi lebih berbeda pada penampilannya.
[146]
Mekanisme keempat spesiasi adalah
spesiasi simpatrik,
di mana spesies berdivergen tanpa isolasi geografis atau perubahan pada
habitat. Mekanisme ini cukup langka karena hanya dengan
aliran gen yang sedikit akan menghilangkan perbedaan genetika antara satu bagian populasi dengan bagian populasi lainnya.
[147] Secara umum, spesiasi simpatrik pada hewan memerlukan evolusi
perbedaan genetika dan
perkawinan tak-acak, mengijinkan isolasi reproduksi berkembang.
[148]
Salah satu jenis spesiasi simpatrik melibatkan perkawinan silang dua
spesies yang berkerabat, menghasilkan spesies hibrid. Hal ini tidaklah
umum terjadi pada hewan karena hewan hibrid bisanya mandul. Sebaliknya,
perkawinan silang umumnya terjadi pada tanaman, karena tanaman sering
menggandakan jumlah kromosomnya, membentuk
poliploid. Ini mengijinkan kromosom dari tiap spesies tetua membentuk pasangan yang sepadan selama meiosis.
[149] Salah satu contoh kejadian spesiasi ini adalah ketika tanaman
Arabidopsis thaliana dan
Arabidopsis arenosa berkawin silang, menghasilkan spesies baru
Arabidopsis suecica.
[150] Hal ini terjadi sekitar 20.000 tahun yang lalu,
[151] dan proses spesiasi ini telah diulang dalam laboratorium, mengijinkan kajian mekanisme genetika yang terlibat dalam proses ini.
[152]
Sebenarnya, penggandaan kromosom dalam spesies merupakan sebab utama
isolasi reproduksi, karena setengah dari kromosom yang berganda akan
tidak sepadan ketika berkawin dengan organisme yang kromosomnya tidak
berganda.
[73]
Kepunahan
Kepunahan
merupakan kejadian hilangnya keseluruhan spesies. Kepunahan bukanlah
peristiwa yang tidak umum, karena spesies secara reguler muncul melalui
spesiasi dan menghilang melalui kepunahan.
[153] Sebenarnya, hampir seluruh spesies hewan dan tanaman yang pernah hidup di bumi telah punah,
[154] dan kepunahan tampaknya merupakan nasib akhir semua spesies.
[155]
Kepunahan telah terjadi secara terus menerus sepanjang sejarah
kehidupan, walaupun kadang-kadang laju kepunahan meningkat tajam pada
peristiwa kepunahan massal.
[156] Peristiwa kepunahan Kapur-Tersier adalah salah satu contoh kepunahan massal yang terkenal, di mana dinosaurus menjadi punah. Namun peristiwa yang lebih awal,
Peristiwan kepunahan Perm-Trias lebih buruk, dengan sekitar 96 persen spesies punah.
[156] Peristiwa kepunahan Holosen
merupakan kepunahan massal yang diasosiasikan dengan ekspansi manusia
ke seluruh bumi selama beberapa ribu tahun. Laju kepunahan masa kini
100-1000 kali lebih besar dari laju latar, dan sampai dengan 30 persen
spesies dapat menjadi punah pada pertengahan abad ke-21.
[157] Aktivitas manusia sekarang menjadi penyebab utama peristiwa kepunahan yang sedang berlangsung ini.
[158] Selain itu,
pemanasan global dapat mempercepat laju kepunahan lebih lanjut.
[159]
Peranan kepunahan pada evolusi tergantung pada jenis kepunahan
tersebut. Penyebab persitiwa kepunahan "tingkat rendah" secara terus
menerus (yang merupakan mayoritas kasus kepunahan) tidaklah jelas dan
kemungkinan merupakan akibat kompetisi antar spesies terhadap sumber
daya yang terbatas (
prinsip hindar-saing).
[12]
Jika kompetisi dari spesies lain mengubah probabilitas suatu spesies
menjadi punah, hal ini dapat menghasilkan seleksi spesies sebagai salah
satu tingkat seleksi alam.
[91]
Peristiwa kepunahan massal jugalah penting, namun daripada berperan
sebagai gaya selektif, ia secara drastis mengurangi keanekaragaman dan
mendorong evolusi cepat secara tiba-tiba serta spesiasi pada makhluk
yang selamat dari kepunahan.
[156]
Sejarah evolusi kehidupan
Asal usul kehidupan
Asal usul
kehidupan
merupakan prekursor evolusi biologis, namun pemahaman terhadap evolusi
yang terjadi seketika organisme muncul dan investigasi bagaimana ini
terjadi tidak tergantung pada pemahaman bagaimana kehidupan dimulai.
[160] Konsensus ilmiah saat ini adalah bahwa senyawa
biokimia
yang kompleks, yang menyusun kehidupan, berasal dari reaksi kimia yang
lebih sederhana. Namun belumlah jelas bagaimana hal itu terjadi.
[161]
Tidak begitu pasti bagaimana perkembangan kehidupan yang paling awal,
struktur kehidupan pertama, ataupun identitas dan ciri-ciri dari
leluhur universal terakhir dan lungkang gen leluhur.
[162][163]
Oleh karena itu, tidak terdapat konsensus ilmiah yang pasti bagaimana
kehidupan dimulai, namun terdapat beberapa proposal yang melibatkan
molekul swa-replikasi (misalnya
RNA)
[164] dan perakitan sel sederhana.
[165]
Nenek moyang bersama
Semua
organisme di
bumi merupakan keturunan dari leluhur atau lungkang gen leluhur yang sama.
[166]
Spesies masa kini yang juga berada dalam proses evolusi dengan
keanekaragamannya merupakan hasil dari rentetan peristiwa spesiasi dan
kepunahan.
[167] Nenek moyang bersama
organisme pertama kali dideduksi dari empat fakta sederhana mengenai
organisme. Pertama, bahwa organisme-organisme memiliki distribusi
geografi yang tidak dapat dijelaskan dengan adaptasi lokal. Kedua,
bentuk keanekaragaman hayati tidaklah berupa organisme yang berbeda sama
sekali satu sama lainnya, melainkan berupa organisme yang memiliki
kemiripan morfologis satu sama lainnya. Ketiga, sifat-sifat vestigial
dengan fungsi yang tidak jelas memiliki kemiripan dengan sifat leluhur
yang berfungsi jelas. Terakhir, organisme-organisme dapat
diklasifikasikan berdasarkan kemiripan ini ke dalam kelompok-kelompok
hirarkis.
[7]
Spesies-spesies lampau juga meninggalkan catatan sejarah evolusi mereka.
Fosil, bersama dengan anatomi yang dapat dibandingkan dengan organisme sekarang, merupakan catatan morfologi dan anatomi.
[168]
Dengan membandingkan anatomi spesies yang sudah punah dengan spesies
modern, ahli paleontologi dapat menarik garis keturunan spesies
tersebut. Namun pendekatan ini hanya berhasil pada organisme-organisme
yang mempunyai bagian tubuh yang keras, seperti cangkang, kerangka, atau
gigi. Lebih lanjut lagi, karena prokariota seperti
bakteri dan
arkaea
hanya memiliki kemiripan morfologi bersama yang terbatas, fosil-fosil
prokariota tidak memberikan informasi mengenai leluhurnya.
Baru-baru ini, bukti nenek moyang bersama datang dari kajian kemiripan
biokimia antar spesies. Sebagai contoh, semua sel hidup di dunia ini mempunyai set dasar
nukleotida dan
asam amino yang sama.
[169] Perkembangan
genetika molekuler telah menyingkap catatan evolusi yang tertinggal pada
genom organisme, sehingga dapat diketahui kapan spesies berdivergen melalui
jam molekul yang dihasilkan oleh mutasi.
[170]
Sebagai contoh, perbandingan urutan DNA ini telah menyingkap
kekerabatan genetika antara manusia dengan simpanse dan kapan nenek
moyang bersama kedua spesies ini pernah ada.
[171]
Evolusi kehidupan
Pohon evolusi yang menunjukkan divergensi spesies-spesies modern dari nenek moyang bersama yang berada di tengah
[172] Tiga
domain diwarnai berbeda, dengan warna biru adalah
bakteri, hijau adalah
arkaea, dan merah adalah
eukariota.
Walaupun terdapat ketidakpastian bagaimana kehidupan bermula, adalah umumnya diterima bahwa
prokariota hidup di bumi sekitar 3–4 milyar tahun yang lalu.
[173][174] Tidak terdapat perubahan yang banyak pada
morfologi atau organisasi sel yang terjadi pada organisme ini selama beberapa milyar tahun ke depan.
[175]
Eukariota
merupakan perkembangan besar pada evolusi sel. Ia berasal dari bakteri
purba yang ditelan oleh leluhur sel prokariotik dalam asosiasi
kooperatif yang disebut
endosimbiosis.
[82][176] Bakteri yang ditelan dan sel inang kemudian menjalani koevolusi, dengan bakteri berevolusi menjadi
mitokondria ataupun
hidrogenosom.
[177] Penelanan kedua secara terpisah pada organisme yang mirip dengan
sianobakteri mengakibatkan pembentukan
kloroplas pada ganggang dan tumbuhan.
[178] Tidaklah diketahui kapan sel pertama eukariotik muncul, walaupun sel-sel ini muncul sekitar 1,6 - 2,7 milyar tahun yang lalu.
Sejarah kehidupan masih berupa eukariota, prokariota, dan arkaea
bersel tunggal sampai sekitar 610 milyar tahun yang lalu, ketika
organisme multisel mulai muncul di samudra pada periode
Ediakara.
[173][179] Evolusi multiselularitas terjadi pada banyak peristiwa yang terpisah, terjadi pada organisme yang beranekaragam seperti
bunga karang,
ganggang coklat,
sianobakteri,
jamur lendir, dan
miksobakteri.
[180]
Segera sesudah kemunculan organisme multisel, sejumlah besar
keanekaragaman biologis muncul dalam jangka waktu lebih dari sekitar 10
juta tahun pada perstiwa yang dikenal sebagai
ledakan Kambria. Pada masa ini, mayoritas
jenis hewan modern muncul pada catatan fosil, demikian pula garis silsilah hewan yang telah punah.
[181] Beberapa faktor pendorong ledakan Kambria telah diajukan, meliputi akumulasi
oksigen pada
atmosfer dari
fotosintesis.
[182] Sekitar 500 juta tahun yang lalu,
tumbuhan dan
fungi mengkolonisasi daratan, dan dengan segera diikuti oleh
arthropoda dan hewan lainnya.
[183] Hewan
amfibi pertama kali muncul sekitar 300 juta tahun yang lalu, diikuti
amniota, kemudian
mamalia sekitar 200 juta tahun yang lalu, dan
aves
sekitar 100 juta tahun yang lalu. Namun, walaupun terdapat evolusi
hewan besar, organisme-organisme yang mirip dengan organisme awal proses
evolusi tetap mendominasi bumi, dengan mayoritas
biomassa dan spesies bumi berupa prokariota.
[109]
Tanggapan sosial dan budaya
Pada abad ke-19, terutama semenjak penerbitan buku Darwin "
The Origin of Species",
pemikiran bahwa kehidupan berevolusi mendapat banyak kritik dan menjadi
tema yang kontroversial. Namun demikian, kontroversi ini pada umumnya
berkisar pada implikasi teori evolusi di bidang
filsafat,
sosial, dan
agama. Di dalam komunitas
ilmuwan, fakta bahwa organisme berevolusi telah diterima secara luas dan tidak mendapat tantangan.
[12] Walaupun demikian, evolusi masih menjadi konsep yang diperdebatkan oleh beberapa kelompok agama.
[185]
Manakala berbagai kelompok agama berusaha menyambungkan ajaran mereka dengan teori evolusi melalui berbagai konsep
evolusi teistik, terdapat banyak pendukung
ciptaanisme yang percaya bahwa evolusi berkontradiksi dengan
mitos penciptaan yang ditemukan pada ajaran agama mereka.
[186] Seperti yang sudah diprediksi oleh Darwin, implikasi yang paling kontroversial adalah
asal usul manusia. Di beberapa negara, terutama di Amerika Serikat, pertentangan antara agama dan sains telah mendorong
kontroversi penciptaan-evolusi, konflik keagamaan yang berfokus pada
politik dan
pendidikan.
[187] Manakala bidang-bidang sains lainnya seperti
kosmologi[188] dan
ilmu bumi[189]
juga bertentangan dengan interpretasi literal banyak teks keagamaan,
biologi evolusioner mendapatkan oposisi yang lebih signifikan.
Beberapa contoh kontroversi tak beralasan yang diasosiasikan dengan teori evolusi adalah "
Darwinisme sosial", istilah yang diberikan kepada teori
Malthusianisme yang dikembangkan oleh
Herbert Spencer mengenai
sintasan yang terbugar (
survival of the fittest) dalam masyarakat, dan oleh lainnya mengklaim bahwa kesenjangan sosial, rasisme, dan
imperialisme oleh karena itu dibenarkan.
[190]
Namun, pemikiran-pemikiran ini berkontradiksi dengan pandangan Darwin
itu sendiri, dan ilmuwan berserta filsuf kontemporer menganggap
pemikiran ini bukanlah amanat dari teori evolusi maupun didukung oleh
data.
[191][192]
Aplikasi
Aplikasi utama evolusi pada bidang teknologi adalah
seleksi buatan,
yakni seleksi terhadap sifat-sifat tertentu pada sebuah populasi
organisme yang disengajakan. Manusia selama beberapa ribu tahun telah
menggunakan seleksi buatan pada
domestikasi tumbuhan dan hewan.
[193] Baru-baru ini, seleksi buatan seperti ini telah menjadi bagian penting dalam
rekayasa genetika, dengan
penanda terseleksi seperti gen resistansi antibiotik digunakan untuk memanipulasi DNA pada
biologi molekuler.
Karena evolusi dapat menghasilkan proses dan jaringan yang sangat optimal, ia memiliki banyak aplikasi pada
ilmu komputer. Pada ilmu komputer, simulasi evolusi yang menggunakan
algoritma evolusi dan
kehidupan buatan dimulai oleh Nils Aall Barricelli pada tahun 1960-an, dan kemudian diperluas oleh
Alex Fraser yang mempublikasi berbagai karya ilmiah mengenai simulasi
seleksi buatan.
[194] Seleksi buatan menjadi metode optimalisasi yang dikenal luas oleh hasil kerja
Ingo Rechenberg pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, yang menggunakan
strategi evolusi untuk menyelesaikan masalah teknik yang kompleks.
[195] Algoritma genetika utamanya, menjadi populer oleh karya tulisan
John Holland.
[196]
Seiring dengan meningkatnya ketertarikan akademis, peningkatan
kemampuan komputer mengijinkan aplikasi yang praktis, meliputi evolusi
otomatis program komputer.
[197]
Algoritma evolusi sekarang digunakan untuk menyelesaikan masalah
multidimensi. Penyelesaian menggunakan algoritma ini lebih efisien
daripada menggunakan perangkat lunak yang diproduksi oleh perancang
manusia. Selain itu, ia juga digunakan untuk mengoptimalkan desain
sistem.
[198]